Arsitek mulai merancang rumah cetak 3D di Mars untuk tempat tinggal (Foto:Ilustrasi)

Seiring pesatnya teknologi yang berkembang, National Aeronautics and Space Administration (NASA) dan industri ruang angkasa yang telah berlomba agar dapat menempatkan manusia di planet Mars, arsitek dan desainer industri pun sudah mulai melirik kesempatan ini.

Berangkat dengan visi dimana manusia dapat hidup setelah sampai di planet luar Bumi. Tahun lalu NASA menghelat kompetisi arsitektur guna merancang sebuah rumah cetak 3D di Mars yang dapat menjadi tempat tinggal atau hunian untuk empat astronot.

Tetapi, tantangan hadirkan lingkungan hidup yang nyaman tidak hanya dimulai saat para astronot mencapai Mars, namun justru dimulai dari perjalanannya.

Dengan estimasi perjalanan yang menhabiskan waktu enam hingga delapan bulan di tempat tinggal transit dan diikuti 18 hingga 20 bulan untuk dapat tinggal di tanah, serta sampai planet dapat menyelaraskan untuk perjalanan pulang yang sama.

Lalu ada kemungkinan, ketika kru sampai di Mars dan mulai mengorbit, mereka tidak dapat mendarat karena badai debu atau cuaca berbahaya lainnya.

“Jika itu terjadi, ada potensi mereka akan diminta untuk tinggal di habitat transit atau sebuah pesawat ruang angkasa di mana astronot tinggal selama perjalanan mereka, sampai tiga tahun,” ujar Michael Morris, salah satu arsitek yang ada di tim di belakang Ice House.

Namun, bagaimana jika tempat tinggal transit tersebut menjadi benar-benar menjadi sebuah tempat tinggal tetap?

Bersama dengan profesor desain industri Rebeccah Pailes-Friedman, Morris, yang juga seorang profesor arsitektur tamu di Pratt Institute di New York, tengah menangani masalah ini dibantu murid-muridnya.

Bahkan, mereka menghabiskan satu tahun ajaran lalu mengajar kursus sarjana yang diminta arsitektur dan desain industri siswa guna mempelajari tentang perancangan habitat transit yang menyediakan lingkungan estetis dan fungsional untuk tinggal bertahun-tahun.

“Begitu banyak tentang penelitian ruang yang mendukung kehidupan di sana, jadi semuanya bermuara pada perhitungan, semuanya diukur,” kata Pailes-Friedman.

Dengan bantuan akses ke NASA, para siswa desain bisa berpikir luas tentang bagaimana merancang tempat tinggal transit yang memenuhi kebutuhan para astronot. Dan dalam waktu yang sama, tempat tinggal yang dirancang efisien ini dapat meningkatkan kesejahteraan mereka walau dalam kondisi stres ataupun melelahkan..

Dikesempatan itu pula, muncul pertanyaan besar di NASA mengenai kapasitas berat yang dibawa oleh roket (Payload), yang membuat mereka memutuskan untuk merancang struktur yang bisa ditiup dengan ringan, seperti salah satu yang saat ini terpasang di Stasiun Luar Angkasa Internasional.

Struktur inipun diharapkan bisa memperluas tempat untuk mengisi ruang sekaligus tidak menambahkan banyak berat pesawat di ruang angkasa.

Karena itulah, para profesor bekerja sedemikian rupa dan berharap beberapa idedapat menghasilkan desain tempat tinggal masa depan menjadilebih baik.

Di kesempatan itu pula, Morris menuturkan bahwa NASA mulai mengenali beberapa kekurangan dari pendekatan rekayasa dan pentingnya lingkungan tempat tinggal atau habitat yang manusiawi sehingga terasa seperti rumah bagi astronot.

“Itu sebabnya kami memiliki pekerjaan ganda, tidak hanya untuk mendesain habitat, tetapi juga menunjukkan kepada mereka mengapa ada peran penting untuk arsitek dan desainer,” tandasnya. (ACS)

0 comments:

Posting Komentar

 
ACS Daily © 2013. All Rights Reserved. Powered by Blogger
Top